Keterkaitan antara Biodiversitas dan Tujuan SDGs yang Bergantung pada Perilaku Manusia




Abstrak:

Tidak ada yang akan menolak kenyataan bahwa manusia selalu sepenuhnya bergantung pada alam terkait semua kebutuhan di kehidupan sehari-hari. Namun di zaman modern seperti saat ini, ketika industri telah menyebar pengaruhnya pada kehidupan manusia, manusia secara bertahap menjadi terasingkan dari alam. Keterasingan ini dirasakan sangat mengancam oleh para ahli sehingga mereka telah memulai upaya untuk menghidupkan kembali hubungan manusia dengan alam. Esai ini memiliki tampilan yang tepat terkait hubungan manusia dan alam dengan membahas upaya rekonsiliasi antara manusia dan alam. 

Kata Kunci: Hubungan Manusia dan Alam, Keterasingan, Rekonsiliasi, Manfaat Psikologis


Republik Indonesia terdiri atas 17.508 pulau, mempunyai daratan seluas 1,9 juta km2 dan garis pantai sepanjang 80.791 km, serta cakupan laut seluas 3,1 juta km2.  Di negara ini, terdapat pula gunung api yang berjumlah tidak kurang dari 200, berukuran rendah sampai tinggi dan bersalju, sungai-sungai lebar dan panjang, juga danau yang sifatnya bermacam-macam. Keadaan demikian menyuguhkan berbagai tipe lingkungan hidup (habitat) alami bagi tumbuhan, hewan, dan mikrobia. Sistem hubungan timbal balik antara lingkungan fisik atau kimia dengan tumbuhan, hewan atau mikrobia dikenal sebagai ekosistem alami. Indonesia diperkirakan memiliki tidak kurang dari 47 tipe ekosistem alami (Anonim, 1996). 

Dilihat dari keberagaman jenis tumbuhan, hewan, dan mikroba, Indonesia merupakan salah satu pusat kekayaan dunia. Sebanyak 28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis hewan, dan 10.000 mikroba diperkirakan hidup secara alami di Indonesia. Luas daratan Indonesia yang hanya 1,32% dari total luas daratan di Bumi ternyata merupakan habitat 10% jenis tumbuhan berbunga, 12% mamalia, 16% reptilia dan amfibi, 17% burung, 25% ikan, serta 15% serangga di dunia. Selain itu, dari 515 jenis mamalia di dunia terdapat 36% endemik di Indonesia, dari 33 jenis primata di dunia terdapat 18% endemik di Indonesia, dari 78 jenis nuri di dunia terdapat 40% endemik di Indonesia, dan 121 jenis kupu-kupu di dunia terdapat 44% endemik di Indonesia (Mc Neely et al., 1990).

Namun, terdapat permasalahan yang muncul pada ekosistem di laut dan darat akibat pemanasan global yang menyebabkan perubahan-perubahan besar dalam keragaman hayati. Akibatnya, beberapa spesies akan berekspansi ke wilayah-wilayah baru. Sementara yang lainnya, terutama di daerah tropis memiliki kemungkinan akan punah karena tidak mampu beradaptasi.

Upaya untuk mengungkap sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia menghadapi banyak tantangan. Mulai dari terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia, perubahan iklim, hingga masifnya eksploitasi. Karena hal tersebut, Indonesia berpandangan bahwa untuk mencapai target global, pengarusutamaan keanekaragaman hayati dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan lintas sektor perlu dilakukan. Termasuk sektor publik dan swasta yang merupakan kunci untuk menyeimbangkan konservasi dengan pembangunan berkelanjutan. 

Pembangunan mempunyai banyak arti, salah satu diantaranya adalah proses perubahan, peningkatan dari keadaan yang sebelumnya, dan perbaikan suatu wilayah atau daerah dalam suatu negara menuju hal yang lebih baik yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat, dan memajukan pemerintahan dalam suatu negara.

SDGs (Suistainable Development Goals) adalah pusat lintas disiplin internasional yang mencakup semua aspek, termasuk aspek lingkungan dari pembangunan sosial-ekonomi yang didirikan di Roma pada 10 Februari 2010. Menurut Brundtland Commission (1987), yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Dari 17 tujuan dalam SDGs, terdapat dua tujuan yang terkait dengan keanekaragaman hayati, yaitu Life Below Water (Goal 14) yang bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan sumber daya kelautan, kelautan, dan maritim secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan. Selain itu, ada juga Life On Land (Goal 15) yang bertujuan untuk melindungi, memulihkan, dan mendukung pemanfaatan ekosistem darat secara berkelanjutan, mengelola hutan secara lestari, memerangi penggurunan, juga menghambat degradasi lahan dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati.


Referensi:

Browne, Charlene A. (1992).“The Role of Nature for the Promotion of Well-being of Elderly.”The Role of Horticulture in Human Well-being and Social Development.Ed. Diane Relf.Prtland: Timber Press. 75-79.

Gogniat, Raphael.(2007).Urban Infrastructures as the Place of Reinstatement of the Man-Nature Relationship.Diss. Dalhousie University.ProQuestDissertations and Theses.Web. 18 Nov 2014.

Kaplan, Stephan.(1992). “The Restorative Environment.”The Role of Horticulture in Human Well-being and Social Development.Ed. Diane Relf.Prtland: Timber Press.134-142.

Kellert, Stephen. (1997).The Value of Life: Biological Diversity and Human Society. Washington: Island Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Bahasa Indonesia

Sering Dipandang Kesepian, Padahal Inilah 5 Manfaat Saat Sendiri

5 Common Mistakes that Students Make While Applying to US Universities